Dukungan Nutrisi pada Kasus Penyakit Dalam
PENDAHULUAN
Gangguan nutrisi (nutritional disorder) merupakan masalah yang sangat sering menyertai penyakit, baik yang dijumpai pada pasien yang dirawat di rumah sakit maupun yang menjalani rawat jalan. Penyebab malnutrisi umumnya kompleks dan multifaktor. Gangguan nutrisi yang timbul akan memperberat penyakit yang sudah ada, menyebabkan dan memperberat komplikasi, mengakibatkan respons yang tidak adekuat terhadap modalitas terapi lain, menurunkan imunitas dan selanjutnya meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas. Selain dampak medis, hal ini juga mengakibatkan peningkatkan biaya pengobatan dan lama rawat.
Penatalaksanaan nutrisi klinik sedini dan setepat mungkin akan menekan kerugian-kerugian yang ditimbulkan. Langkah awal adalah dengan menilai status gizi pasien, dilanjutkan dengan monitoring dan evaluasi untuk menilai keberhasilan terapi.
Masalah gizi terbanyak di rumah sakit adalah kurang energi protein (KEP) dengan manifestasi klinisnya berupa badan yang kurus. Faktor-faktor penyebab KEP antara lain: asupan nutrien yang rendah akibat mual, muntah, malabsorpsi dan gangguan saluran cerna, kehilangan nutrien akibat diare, perdarahan abnormal dan fistula, serta hipermetabolisme akibat demam, stres dan trauma. Dengan menggunakan berbagai jenis indikator, seperti yang dikutip Escott-Stump (2002) dari Hendrikcs dkk (1995), prevalensi KEP di RS yang terjadi di seluruh dunia berkisar 35-55%, mulai dari tingkat ringan, sedang hingga berat. Di Amerika Serikat sendiri, dari pasien-pasien yang baru masuk rumah sakit, sebanyak 25-30% menjadi KEP tingkat berat dan 69% menderita defisiensi gizi selama di rawat di RS (Escott-Stump,2002).
Di Indonesia,saat ini belum ada data nasional, namun observasi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, dalam bentuk penilaian kadar albumin serum, menunjukkan 37% pasien bedah digestif mayor akut dan elektif menderita KEP. Sedangkan di bangsal penyakit dalam ditemukan 40-55% usia lanjut menderita malnutrisi dan 23% menderita malnutrisi berat. Tingginya prevalensi malnutrisi khususnya pada usia lanjut menimbulkan perlunya penilaian status nutrisi secara rutin.
Pada setiap orang sakit, sering timbul masalah dalam hal menjaga keseimbangan nutrisi, karena berberapa sebab:
1. Pasien mengalami anoreksia.
2. Pasien tidak mau makan/psikosis, anoreksia-nervosa dan lain-lain.
3. Pasien dalam keadaan sakit berat hingga tidak dapat menolong dirinya sendiri dalam
memasukkan makanan.
4. Adanya kelainan pada gastrointestinal.
Dalam keadaan-keadaan tersebut di atas, diperlukan upaya agar konsumsi (intake) nutrisi senantiasa terjaga. Upaya tersebut disebut terapi nutrisi intensif (TNI) = (Intensive nutrisional therapy). Adapun tujuan terapi nutrisi intensif itu adalah :
1. Suportif/suplemen.
2. Mencukupi kebutuhan nutrisi seluruhnya
Yang bersifat suportif adalah,bila pasien masih mau makan/minum, tetapi tidak dapat mencapai jumlah kalori dan protein yang cukup.
Sedang yang bersifat terapeutik, bila pasien sama sekali tidak dapat/tidak mau makan.
Pada akhirnya, berbagai keadaan penyakit tertentu juga harus menjadi perhatian dalam keputusan memberikan nutrisi pasien terutama pada pasien dengan gangguan fungsi gastrointestinal, gangguan hati, gangguan ginjal dan pasien dengan katabolisme yang meningkat seperti infeksi dan sepsis.
PENILAIAN STATUS GIZI INDIVIDU
Subyektif :
Anamnesa : identitas pasien, riwayat penyakit umum dan riwayat gizi
Riwayat Gizi :
-Riwayat asupan sehari-hari sebelum sakit
-Kebiasaan makan
-Pantangan
-Keadaan penyakit dan faktor yang mempengaruhi status gizi, penurunan nafsu makan, tanda-tanda hipermetabolisme (contoh flushing, tremor, palpitasi, keringat berlebihan, frekuensi buang air besar meningkat dan gelisah) dan hipometabolisme (tanda yg berlawanan dari hiper-)
- Lamanya penurunan nafsu makan (bila nafsu makan menurun, perlu ditanyakan lama penurunan terjadi)
- Penurunan berat badan (berat badan sebelum sakit)
- Bowel habit : kebiasaan buang air besar (BAB), ada tidaknya diare, ada tidaknya perubahan bentuk feses, obstipasi dan sakit perut
- Toleransi makanan : untuk mengetahui reaksi tubuh terhadap makanan, apakah terjadi gangguan pada saat atau sesudah mengkonsumsi makanan, terutama di saluran gastrointestinal (misal mual,muntah,kembung, kramp, diare) atau kelainan sistemik lainnya (misal timbul reaksi alergi)
Obyektif:
Pemeriksaan fisik
Antropometrik : Tinggi badan dan berat badan serta indeks massa tubuh (IMT) dengan rumus IMT adalah berat badan (kg)/ kuadrat tinggi badan (m2)
Tabel Klasifikasi IMT Menurut WHO :
Klasifikasi | IMT (kg/ m2) |
Malnutrisi berat | < 16,0 |
Malnutrisi sedang | 16,0 – 16,7 |
Berat badan kurang/ malnutrisi ringan | 17,0 – 18,5 |
Berat badan normal | 18,5 – 22,9 |
Berat badan kurang | ≥ 23 |
Dengan resiko | 23 – 24,9 |
Obes I | 25 – 29,9 |
Obes II | ≥ 30 |
Kurang Energi Protein, secara umum dibedakan menjadi marasmus dan kwashiorkor.
- Marasmus : hilangnya massa lemak dan massa otot yang berat, akibat dari defisiensi kalori yang kronis
- Kwashiorkor :pada umumnya disebabkan keadaan akut dan stres berat
Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gizi, umur, ada tidaknya stres akut dan kegiatan jasmani. Biasanya digunakan rumus Broca.
Rumus Broca :
Berat badan idaman (BBI,kg) = [Tb (cm) -100] – 10%
Pengecualian untuk laki-laki < 160 cm dan wanita < 150 cm, maka perhitungan BBI tidak dikurangi 10%.
Jumlah kalori yang diberikan per hari diperhitungkan dari BBI dikali kebutuhan kalori basal (30 kkal/kgBB untuk laki-laki dan 25 kkal/kgBB untuk wanita) ditambah kebutuhan kalori untuk aktivitas (10-30%) dan koreksi status gizi (ditambah kalau berat badan kurang dan dikurangi kalau berat badan berlebih) serta koreksi kalau ada stres akut. Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang (30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak berbeda dengan orang normal, kecuali dalam pengaturan jadual makan dan jumlah kalori. Usahakan untuk mengubah pola makan ini secara bertahap sesuai dengan kondisi dan kebiasaan penderita.
Contoh :
Pasien seorang laki-laki berusia 48 tahun, mempunyai tinggi 155 cm dan berat badan 63 kg, mempunyai pekerjaan sebagai penjaga toko.
Perhitungan kebutuhan kalori :
-Berat badan ideal : (Tb-100)kg – 10% = (155 – 100 )kg – 10% = 55 – 5,5 = 49,5 kg
-Status Gizi: (BB aktual : BB ideal ) x 100 % = (63 ; 49,5) kg x 100% = 127% (termasuk obesitas tingkat pertama).
-Jumlah kebutuhan kalori per hari :
Kebutuhan kalori basal = BB ideal x 30 kalori = 49,5 x 30 = 1485 kalori
Kebutuhan untuk aktifitas ditambah 20% = 20% x 1485 kalori = 297 kalori
Koreksi karena kelebihan berat badan dikurangi 20% = 20% x 1485 kalori= 297 kalori
Jadi total kebutuhan kalori per hari untuk penderita adalah :
1485 kalori + 297 kalori – 297 kalori = 1485 kalori dan digenapkan menjadi 1500 kalori.
Untuk kondisi penderita yang berusia 50 -60 tahun dikurangi sekitar 5%, pada usia > 60 tahun dikurangi 10% setiap dekade, infeksi akut ditambah 20-30%, aktivitas fisik yang berat seperti tukang becak atau olahragawan ditambah 30-40%.
Pada pasien obesitas, pengurangan jumlah asupan 500 kalori per hari dapat mengurangi sekitar 500 gram lemak dalam satu minggu.
Laboratorium
Pemeriksaan ini meliputi kaidah pemeriksaan laboratorium klinis secara umum. Berupa pemeriksaan metabolit abnormal, perubahan aktivitas enzim, komponen darah atau fungsi fisiologis yang tergantung dari zat gizi tertentu (Gibson,2005), yaitu :
- Pemeriksaan status protein yang digunakan untuk penilaian status nutrisi : kadar albumin serum dengan nilai normal 3,5-5,0 gr/dl
- Transferin Serum dengan nilai normal > 200 mg/dl
- Fungsi imunitas ; hitung limfosit total (%limfosit x sel darah putih)/100 dengan nilai normal diatas 1500 sel/mm2
- Pemeriksaan lain : Gula darah (BSS), profil lipid (kolesterol,triglyserid,LDL dan HDL), fungsi ginjal (ureum, kreatinin), fungsi hati (sgot,sgpt, bilirubin,gama gt dan alkalin fosfatase), fungsi tulang, otot dan sendi (asam urat, ASTO,CRP dan Rematic Factor)
Pemeriksaan penunjang status gizi lainnya dengan foto rontgen, CT scan, MRI dan USG.
Diagnosa kerja pada kelainan nutrisi meliputi:
-Status Gizi Antropometrik :
obesitas,pre-obes,marasmus, kwarshiorkor, chronic energy deficiency
-Status Metabolik :
Dislipidemia, sindroma metabolik, diabetes, hiperurisemia, sindroma uremia, koma hepatikum, hipertensi, keganasan, kaheksia jantung (akibat penyakit jantung koroner dan kongestif), gagal ginjal akut, penyakit ginjal kronis, inflamasi saluran cerna, PPOK, sirosis hati, ensefalopati hepatik, infeksi akut dan berat (sepsis), penyakit rematik (gout, osteoartritis, osteoporosis dan rematik artritis )
-Status gastrointestinal
Jika terdapat suatu tindakan atau terdapat gangguan yang melibatkan traktus
gastrointestinal. Misalnya jenis operasi, lokasi dan panjang reseksi, adanya distensi, atau
penyakit gastrointestinal seperti ulkus peptikum dan pankreatitis akut.
GANGGUAN NUTRISI PADA KASUS PENYAKIT DALAM
Gangguan nutrisi yang memerlukan terapi nutrisi intensif meliputi :
Bidang Geriatri
Studi di klinik Geriatri dan rawat inapnya menemukan bahwa pasien usia lanjut memilikki keterbatasan kemampuan mastikasi (mengunyah) yang cukup serius. Cukup banyak pasien yang kehilangan gigi dan tidak memakai gigi tiruan. Sebagian besar pasien sering tidak nafsu makan yang dapat berkaitan dengan kehilangan gigi geligi, rasa ngilu karena gigi berlubang, rasa nyeri karena stomatitis dan hampir 50% pasien mengalami mulut kering sehingga menyebabkan masalah gizi (gizi kurang, gizi buruk, hipoalbuminemia dan anemia) sebesar 28,8%.
Bidang Hematologi dan Onkologi
Penyakit keganasan seringkali disertai dengan penurunan berat badan yang berlebihan dan malnutrisi. Beberapa jenis kanker tertentu menyebabkan penurunan berat badan yang nyata. Pada penderita kanker payudara, leukemia akut non limfositik, sarkoma dan limfoma Hodgkin, penurunan berat badan sudah terjadi pada 31-40% penderita sebelum mendapat pengobatan. Keadaan ini terjadi pada 48-61% penderita kanker kolon, prostat dan paru, dan 83-89% penderita kanker pankreas dan lambung.
Knoz dkk mempelajari 200 penderita kanker dengan malnutrisi dan menemukan bahwa metabolisme yang normal pada 41% penderita, 33% metabolismenya menurun sedangkan pada 25% penderita didapatkan metabolisme yang meningkat.
Bidang Rematologi
Gangguan metabolik yang mendasari gout ialah hiperurisemia yang dibatasi sebagai konsentrasi asam urat lebih dari 7 mg/dl. Prevalensi hiperurisemia bervariasi dari 0,27% (Ameriksa Serikat) sampai 10,3% (suku Maori di Selandia Baru) dan menunjukkan kecenderungan meningkat. Lama dan beratnya hiperurisemia berkorelasi langsung dengan kemungkinan timbulnya manifestasi malnutrisi mulai dari yang ringan sampai berat.
Pada kasus osteoartritis (pengapuran) menurut penelitian menunjukkan bahwa penurunan berat badan sebanyak 5 kg dapat menurunkan insidens osteoartritis lutut sebanyak 50% pada wanita, terutama wanita yang kelebihan berat badannya lebih dari 10% dari berat badan ideal.
Bidang Pulmonologi
Malnutrisi cukup banyak didapatkan pada pasien PPOK dan insidennya sangat tergantung dari beratnya penyakit. Sebanyak 25% pasien PPOK yang berobat jalan mengalami nutrisi sedangkan pada pasien yang dirawat malnutrisi didapatkan pada kira-kira 50% penderita. Pada pasien PPOK yang berat dan pada penderita dengan komplikasi gagal nafas akut insidens malnutrisi meningkat hingga 60%.
Pasien dengan hipoksia kronik atau dengan normoksemia tapi dengan obstruksi saluran nafas yang berat didapatkan insiden malnutrisi sebesar 50%, sedangkan pada penderita dengan obstruksi saluran nafas yang moderat insidennya adalah sebesar 25%.
Gangguan nutrisi yang memerlukan suportif nutrisi intensif meliputi :
Bidang Ginjal dan Hipertensi
Ginjal bertanggung jawab untuk mempertahankan komposisi kimia semua cairan tubuh. Berbagai penyakit dapat mempengaruhi ginjal. Bila terjadi kegagalan, maka sulit mengontrol kandungan natrium, kalium dan nitrogen dengan produk metabolisme tubuh. Adapun tujuan suportif pemberian nutrisi pada penyakit ginjal adalah :
- Mempertahankan status nutrisi yang baik
- Mencegah semakin beratnya gangguan fungsi ginjal
- Mencegah uremia dan gangguan metabolisme yang lebih berat oleh karena faal ginjal yang memburuk
Sedangkan tujuan suportif nutrisi pada hipertensi :
- Penurunan tekanan darah
- Penurunan berat badan pada penderita hipertensi dengan berat badan berlebih
- Pembatasan asupan nutrisi yang dapat meningkatkan tekanan darah
- Peningkatan asupan kalsium, magnesium, vitamin D dan K
Bidang Endokrin dan Metabolik
Pada kondisi dislipidemia secara klinis dapat berupa hiperkolesterolemia, hipertrigliseridemia dan hipo-HDL. Pada umumnya disebabkan oleh aktivitas lipolisis yang berlebihan sehingga terjadi pelepasan asam lemak bebas berlebihan pada sistem portal yang selanjutnya beredar secara sistemik.
Tujuan suportif nutrisi adalah :
- Menurunkan kadar kolesterol darah sampai yang diharapkan
- Mengurangi komplikasi-komplikasi dislipidemia dengan menurunkan berat badan
- Mengubah jenis dan asupan lemak makanan
- Meningkatkan asupan karbohidrat kompleks
Pada Diabetes Mellitus terjadi gangguan metabolisme kronik yang ditandai dengan hiperglikemia. Dengan terapi suportif nutrisi yang baik, kadar gula darah dapat dipertahankan senormal mungkin dan menurunkan insidens komplikasi diabetes serta memperlambat progresifitasnya.
Bidang Kardiovaskuler
Salah satunya adalah penyakit vaskuler aterosklerotik dengan manifestasi klinik berupa penyakit jantung koroner dan stroke.
Faktor-faktor nutrisi yang terkait adalah asam lemak, kolesterol,protein hewani dan homosistein.
Tujuan suportif nutrisi
- Menurunkan peningkatan serum lipid, terutama kolesterol dan trigliserid
- Menurunkan berat badan bila pasien obese
- Meningkatkan kadar kolesterol HDL akan mencegah pembentukan lesi baru
Sedangkan pada penyakit jantung kongestif memerlukan juga suportif nutrisi dengan tujuan :
- Mengurangi beban kerja jantung dengan menghidari makan makanan yang berlebihan
- Menghilangkan edema
- Mempertahankan berat badan normal
- Mencegah terjadinya kardiak kaheksia
- Mengoreksi defisit nutrient
Bidang Penyakit Infeksi
Pada kondisi terjadinya sepsis maka terjadi perubahan status metabolisme dan status gizi yang kompleks. Tingginya derajat stres metabolisme pada keadaan ini, merupakan indikasi diperlukannya dukungan nutrisi yang spesifik dan sering memerlukan dukungan nutrisi melalui pipa atau parenteral karena tidak adanya selera makan atau menurunnya kapasitas sistem pencernaan dari pasien.
Tujuan pemberian suportif nutrisi pada sepsis adalah :
- Mengurangi kemungkinan dampak nausea, anoreksia dan vomitus
- Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
- Mempertahankan keseimbangan energi dan nitrogen
Bidang Gastroenterologi dan hepatologi
Pemberian suportif nutrisi diberikan pada penyakit ulkus peptikum, pankreatitis akut, dan IBD (Inflammatory Bowel Disease) yang terdiri dari penyakit Chron’s dan kolitis ulserative dan penyakit hati.
Tujuannya adalah :
- Mencegah progresifitas KEP (anemia, imbang nitrogen)
- Memperbaiki fungsi fisiologis saluran cerna
- Memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit
- Mencegah kekambuhan
- Mencegah defisit nutrient (kalsium, vitamin D, asam folat, Fe)
- Mencegah katabolisme protein
- Mencegah penurunan berat badan dan meningkatkan berat badan
Adapun bentuk dukungan nutrisi tersebut dapat berupa nutrisi oral, nutrisi enteral dan nutrisi parenteral sesuai dengan kondisi klinik penyakit pasien, akut ataupun menahun, disertai dengan komplikasi ataukah tidak, sehingga pada akhirnya kebutuhan gizi yang meliputi kalori, jumlah karbohidrat, protein dan lemak, jumlah cairan dan elektrolit yang diberikan dan mikronutrien lain sesuai dengan RDA. Setelah menentukan jumlah zat gizi yang diberikan langkah selanjutnya adalah menentukan cara pemberian dengan cara enteral dan parenteral. Secara umum selama fungsi gastrointestinal baik dan tidak ada kontraindikasi, pemberian nutrisi enteral menjadi pilihan pertama. Tetapi jika terdapat kesulitan pada pemberian nutrisi enteral maka pemberian nutrisi parenteral dapat diberikan, sehingga tujuan dari pemberian nutrisi yang bukan saja sebagai makanan untuk pasien tetapi juga untuk proses penyembuhan.
Daftar Pustaka
- Grimble RF. Symposium on evidence-based nutrition. Nutritional modulation of immune function. Proceedings of the Nutrition Society (2001),60,389-397
- Escott Stump S. 2002. Protein-Calorie Malnutrition. Dalam Nutrition and diagnosis-related care. Baltimore. Lippincott William & Wilkins, hal. 448-450
- WHO Consultation Group,2003.WHO technical report series. 894. Obesity: preventing and managing the global epidemic: report of a WHO consultation. WHO: Geneva. Halaman 6-13.
- James JP and Wicks C. Key Facts in Clinical Nutrition.Longman Group. 1997.
- Sutanto LB dkk. Pedoman Tata Laksana Gizi Klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia, Jakarta,2008.
- Sastroamidojo S, Lestiani L, Sukmaniah S dkk. Pegangan Penatalaksanaan Nutrisi Pasien . Perhimpunan Dokter Spesialis Gizi Klinik Indonesia, Jakarta,2000.
- Anonim. Nutrisi Klinik Dari Ilmu Dasar hingga Aplikasi. Roadshow Nutrisi Klinik. Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia,Palembang,2010-03-14
- Moore MC. Pocket Guide Nutrition and Diet Therapy. Second Edition. Mosby Year Book,Inc.1993
- Almatsier S. Penuntun Diet. Edisi Baru. Instalasi Gizi Perjan RS Dr. Cipto Mangunkusumo dan Asosiasi Dietisien Indonesia. PT Gramedia Pustaka Utama,Jakarta,2006.
dr. Rizky Perdana,SpPD,FINASIM
Departemen Penyakit Dalam
RSUP Dr. Moh. Hoesin Palembang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar